Posted by : Unknown
Minggu, 04 November 2012
Sebenarnya aku malu mengungkapkannya, tapi sekedar ibrah buat yang lain, aku ungkapkan apa adanya. Kisah ini bersifat pribadi bukan keumuman. Aku yakin hanya aku yang mengalami kejadian ini, wanita berjilbab lainnya insya Allah bisa menjaga diri.
Aku
lahir dari keluarga taat beribadah. Sekalipun ibu dan ayah bukan mubaligh atau
ustadz, namun kehidupan keluarga selalu diliputi suasana keagamaan. Aku anak
ketiga dari lima bersaudara. Kakak pertama laki-laki dan kedua perempuan serta
adik laki-laki semua.
Aku
anak bandel di keluarga. Jilbabku tidak layak disebut jilbab; ketat kadang
transparan. Entah pergaulan sejak SLTP aku jadi tomboy. Walau begitu, aku anak
penurut, tak pernah membantah orang tua. Kewajiban lima waktu tak pernah
terlewatkan. Tiap ada kegiatan positif tak ketinggalan. Aku pandai jaga diri.
Sekalipun tomboy, aku bukan wanita murahan. Prestasi sekolah pun tak
mengecewakan, walau tak pernah rangking satu, aku selalu masuk enam besar.
Namun
keimanan seseorang ada batasnya. Semula kami tak berani saling pegang tangan,
akhirnya terbiasa. Awalnya merasa dosa, namun akhirnya tidak. Lambat laun aku
sering jalan-jalan bergandengan, awalnya takut dosa tapi akhirnya terbiasa.
Sedikit demi sedikit pergaulan kami meningkat ke arah yang membahayakan. Namun
aku masih bisa jaga diri.
Saat tak ada orang di rumah, aku kadang berani digendong. Awalnya menolak tapi akhirnya terbiasa. Setan terus menghembuskan nafsu birahi pada kami hingga kadang mengalami cinta berat dan rindu yang mendalam, saat bertemu selalu diawali dekapan. Berdekapan pertama kali kami tidak sengaja ketika di tempat wisata, dia mengucapkan selamat atas kelulusanku.
Saat tak ada orang di rumah, aku kadang berani digendong. Awalnya menolak tapi akhirnya terbiasa. Setan terus menghembuskan nafsu birahi pada kami hingga kadang mengalami cinta berat dan rindu yang mendalam, saat bertemu selalu diawali dekapan. Berdekapan pertama kali kami tidak sengaja ketika di tempat wisata, dia mengucapkan selamat atas kelulusanku.
Tamat
SMU aku ambil D1 PGTK dan dia melanjutkan S1 di sebuah PTN di Bandung. Kami
bertemu paling seminggu sekali kadang dua kali. Kerinduan yang memuncak
menyebabkan kami saling melepas rindu, hal-hal yang dilarang terbiasa
dilakukan.
Akibat
pacaran dan pertemuan rutin apalagi dilakukan berduaan tanpa tahu orang lain,
membuat kami makin permisif. Awalnya aku marah saat dia menciumku tapi dia
pandai merayau jadi aku terlena dan terbiasa. Lama-lama aku tak segan buka
jilbab di hadapannya.
Salam Ukhuwah,
Yudi Syahputra
SUMBER
: "Romantika Remaja", Abu Al Ghifari, Mujahid Press 2004